Pranala.co.id (Gorontalo) – Tradisi Tumbilotohe, salah satu peninggalan leluhur yang akrab dikenal dengan sebutan malam pasang lampu oleh masyarakat Gorontalo pada umumnya, tradisi ini sering dirayakan ketika memasuki penghujung bulan ramadhan yang kental dengan nilai agama.

Konon, Tradisi ini muncul karena masyarakat Gorontalo pada dahulu kala menggunakan lampu tradisional untuk menerangi jalanan menuju mesjid. tradisi ini juga dikenal umat islam dalam memberikan zakat fitrah pada malam hari.

Pada zaman itu, lampu tersebut menggunakan bahan seadanya yakni, Damar atau dikenal dengan getah pohon yang ketika dibakar akan menyala dengan durasi yang cukup lama, namun dengan berkurangnya damar tersebut, bahan lampu diganti dengan minyak kelapa (padamala), hingga beralih ke botol pecah yang didalamnya terdapat minyak tanah dilengkapi sumbuh kompor, seiring berkembangnya zaman, tradisi minyak botol ini kembali diganti oleh kebanyakan masyarakat dengan menggunakan sebagian lampu lampu listrik kombinasi (tumbler). Dan tradisi tersebut dilestarikan masyarakat gorontalo hingga digelar dalam bentuk festival.

Tumbilotohe terbagi atas dua suku kata, antaralain, Tumbilo berarti pasang, dan tohe yang berarti lampu dan kedua suku kata tersebut, diartikan sebagai acara pasang lampu. Diketahui tradisi ini sudah ada sejak abad ke -15 Masehi. Tradisi tersebut kerap dilakasanakan pada 3 malam terakhir menjelang Hari Raya idul fitri, yaitu pada 27 hingga 30 Ramadhan .

Selain tradisi tumbilotohe pada 3 malam sebelum Hari Raya Idul Fitri, masyarakat Gorontalo menghiasi malam tersebut dengan berbagai lomba mainan khas Gorontalo diantaranya, Bunggo (Meriam Bambu), lomba pukul beduq, pawai obor dan lain sebagainya, sebagai pertanda kaum muslimin yang menunaikan ibadah puasa sebulan penuh akan menyambut hari kemenangan.

Mirisnya dari pantauan Pranala.co.id hampir seluruh rumah warga tidak lagi terpasang Tumbilotohe (lampu Botol) maupun kombinasi lampu hias, entah masyarakat lupa ataukah kurangnya kesadaran akibat covid -19.

Alvionita Lamatenggo salah seorang ibu dua anak ini mengatakan, Tradisi Tumbilotohe, salah satu tradisi yang hanya ada di Gorontalo, dan tidak terdapat di daerah lain, kebanyakan masyarakat gorontalo yang sedang diperantauan, pasti sangat merindukan tradisi ini, serasa ingin pulang kampung menikmati pesona lampu yang dibaluti dengan adat.

“sayangnya tradisi ini tidak lagi digelar meriah di tahun 2020, mengingat adanya wabah virus corona, padahal, walaupun adanya wabah, seharusnya kita tidak lupa akan kelestarian tradisi tersebut, tak harus memeriahkannya dijalalanan seperti pada umumnya, toh juga bisa digelar dirumah masing-masing, tergantung dekorasi yang diinginkan, namun kali ini telah banyak masyarakat yang lupa akan kelestariannya hingga semakin jarang rumah yang memasang tumbilotohe.” Tuturnya. Selasa (19/5/2020)

Lebih lanjut ia mengatakan, seiring berjalannya waktu, serasa tradisi – tradisi Gorontalo mulai tergerus dengan berkembangnya zaman, bisa dilihat dari perubahan – perubahan yang ada, awalnya dari getah pohon sekarang sudah berubah menjadi lampu tumbler, padahal tumbilotohe dan bunggo merupakan suatu kekayaan budaya gorontalo, seharusnya warisan ini terus menerus dipelihara.

Sementara itu, ditempat yang berbeda, Sitti Aisyah menambahkan, dirinya sangat prihatin dengan berkurangsnya antusias masyarakat dalam menjaga warisan leluhur ini, di tahun kemarin, sebelum masuknya wabah, Gorontalo sangat diramaikan dengan suasananya, nilai positif yang bisa diambil, selain tetap melestarikan warisan leluhur, masyarakat juga bisa berkreasi membuat lampu botol dan bunggo untuk menambah rezeki mereka, termasuk suasana ini bisa saling silaturahmi antar sesama, serta  bisa untuk memberikan zakat dimalam hari pada kaum duafa dan yang membutuhkan.

“Besar harapan saya, walaupun dalam keadaan apapun, kelestarian tumbilotohe tentunya harus tetap dijaga, memang wabah saat ini tidak memperbolehkan kita kumpul – kumpul atau bepergian, namun apa salahnya tradisi ini terus dipelihara, contoh Pemerintah bisa menggelar Festival atau lomba dekorasi tumbilotohe di rumah masing – masing, dan yang juara, hadiahnya bisa diantarkan panitia dirumah si pemenang. Jangan sampai perkembangan zaman semakin menghilangkan tradisi Gorontalo yang begitu indah dipandang.” Pinta Gadis yang masih duduk dibangku Seokolah menengah itu.

 

(Penulis : Risman Taharudin)

%d blogger menyukai ini: