Oleh: DAHLAN PIDO, SH., MH. (Praktisi Hukum)

Pranala.co.id – Jika ada Peraturan Pemerintah atau yang sederajat atau dibawahnya bertentangan dengan Undang-undang (UU) yang mengatur hal yang sama, maka yang harus menjadi acuan adalah ketentuan UU, ini berdasarkan Pasal 7 ayat (2) UU 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-undangan (Hirarkhi).
Tentang Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) diadakan untuk menjadi acuan pelaksanaan teknis setiap tahapan Pemilu, sehingga Pemilu berlangsung sesuai asas tertib dan punya kepastian hukum. Dibutuhkan kesadaran hukum setiap warga negara untuk menaati peratuaran perundang-undangan termasuk PKPU jika kita ingin Pemilu / Pilkada berlangsung tertib sebagai pelaksanaan kedaulatan rakyat di negara demokrasi yang berdasarkan hukum.
PKPU No. 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang.

Dalam Pasal 4 ayat (1) huruf p angka 2 PKPU No. 3 Tahun 2017 Jo. PKPU No 1 Tahun 2020 mengatur tentang pencalonan Bupati dan Wakil Bupati, antara lain belum pernah menjabat sebagai Gubernur bagi calon Wakil Gubernur, calon Bupati, calon Wakil Bupati, calon Wali Kota atau calon Wakil Wali Kota di daerah yang sama.
Selanjutnya Wakil Gubernur bagi calon Bupati, calon Wakil Bupati, calon Wali Kota atau calon Wakil Wali Kota di daerah yang sama.

Lebih tegas lagi diatur dalam Pasal 4 ayat (1 ) huruf o, yang mengatakan belum pernah menjabat sebagai Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, atau Walikota atau Wakil Walikota selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama untuk Calon Gubernur atau Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati atau Calon Wakil Bupati dan/atau Calon Walikota atau Calon Wakil Walikota.
Pada ketentuan sub 1, menjabarkan hitungan 2 (dua) kali masa jabatan itu berdasarkan jumlah pelantikan dalam jabatan yang sama, yaitu masa jabatan pertama selama 5 (lima) tahun penuh dan masa jabatan kedua paling singkat selama 2 ½ (dua setengah) tahun, dan sebaliknya.

Sedangkan pada sub 2-nya, jabatan yang sama adalah jabatan Gubernur dengan Gubernur, jabatan Wakil Gubernur dengan Wakil Gubernur, jabatan Bupati/Walikota dengan Bupati/Walikota, dan jabatan Wakil Bupati/Walikota dengan Wakil Bupati/Walikota, dan dalam sub 3, bahwa 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama, meliputi: a) telah 2 (dua) kali berturut-turut dalam jabatan yang sama; b) telah 2 (dua) kali dalam jabatan yang sama tidak berturut-turut; atau c) 2 (dua) kali dalam jabatan yang sama di daerah yang sama atau di daerah yang berbeda; sub 4. hitungan 5 (lima) tahun masa jabatan atau 2 ½ (dua setengah) tahun masa jabatan sebagaimana dimaksud pada angka 1, dihitung sejak tanggal pelantikan sampai dengan akhir masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur, atau Bupati dan Wakil Bupati atau Walikota dan Wakil Walikota yang bersangkutan; dan sub 5, Ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 1 sampai dengan angka 4, berlaku untuk: a) jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur, atau Bupati dan Wakil Bupati atau Walikota dan Wakil Walikota yang dipilih secara langsung melalui Pemilihan, dan yang diangkat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota; atau b) jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur, atau Bupati dan Wakil Bupati atau Walikota dan Wakil Walikota karena perubahan nama provinsi atau kabupaten/kota.
Terkait dengan itu, untuk masa jabatan Gubernur, Bupati, dan Walikota hanya punya hak menjabat 2 (dua) periode dengan kata lain, seseorang yang telah menjabat selama dua periode tidak boleh mencalonkan diri untuk ketiga kalinya.
Pembatasan itu jelas tertuang dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pasal 58 huruf o, UU ini menegaskan calon kepala daerah harus memenuhi syarat, antara lain belum pernah menjabat sebagai kepala daerah selama dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama.
Dalam UU No. 10/2016 Jo UU No. 1/2015, Pasal 7 (2) jelas disebutkan, seperti pada huruf n menyatakan, belum pernah menjabat sebagai Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, dan Wakil Walikota selama 2 (dua) kali masa jabatan yang sama untuk Calon Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati, Calon Wakil Bupati, Calon Walikota, dan Calon Wakil Walikota, dan pada huruf o mengatur, belum pernah menjabat sebagai Gubernur untuk calon Wakil Gubernur, atau Bupati/Walikota untuk Calon Wakil Bupati/Calon Wakil Walikota pada daerah yang sama.
Pasal 7 ayat (2) huruf n dan o diperkuat oleh Putusan Mahkamah Konstitusi No. 22/PUU-VII/2009, yang dalam pertimbangannya Hakim MK pernah memutuskan pembatasaan 2 (dua) kali dalam jabatan yang sama di tempat berbeda. Terdapat juga dalam Putusan Perkara No. 8/PUU-VI/2008, yaitu menjabat Bupati periode kedua sekalipun didasarkan pada 2 (dua) UU yang berbeda (UU No. 22/1999 dan UU No. 32/2004), periode jabatan tidak terhalang karena perubahan UU.

Bahwa menurut Mahkamah Konstitusi, perbedaan sistem pemilihan Kepala Daerah baik tidak langsung [vide Pasal 40 ayat (1, 2 dan 3) UU 22/1999] maupun langsung (Pasal 15 PP 6/2005) tidaklah berarti bahwa sistem Pemilihan Kepala Daerah tidak langsung itu tidak atau kurang demokratis dibandingkan dengan sistem langsung, begitu pula sebaliknya. Keduanya merupakan kebijakan Negara tentang sistem pemilihan Kepala Daerah yang sama demokratisnya sesuai dengan Pasal 18 ayat (4) UUD 1945.

Tentang pasca periode kedua Pemerintahan ini pernah di gugat masa Wapres Jusuf Kalla, namun demi tegaknya Supremasi Hukum, tunduk pada Pasal 7 UUD 1945, bahwa Presidan maupun Wakil Presiden, baik berturut-turut maupun tidak, dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk sekali masa jabatan, artinya hanya 2 (dua) kali berturut-turut ataupun tidak berturut turut.

Sekian, salam Penulis.
Dahlan Pido, SH., MH. (Praktisi Hukum).

%d blogger menyukai ini: