Pranala.co.id – Tanggal 9 Desember, diperingati dengan hari anti korupsi sedunia Melalui resolusi 58/4 pada 31 Oktober 2003, PBB menetapkan 9 Desember sebagai Hari Antikorupsi Internasional.
Menariknya setiap tahun diperingati anti korupsi, namun terkesan tidak pernah ada kejerahan, bagi mereka para pelaku korupsi.
Rili V. Gobel mengatakan, menfhadirkan Komisi Pemberantasan Korupsi, tujuannya untuk menghadirkaj tradisi baru, dimasyarakat termasuk para pemimpin negara, untuk kemudian berakhir pada kesadaran tinggi terhadap efek negatif daripada korupsi tersebut.
“Setiap masyarakat tentunya mengenginkan peringatan hari anti korupsi di tahun ini hingga ditahun -tahun berikutnya indonesia tidak diperhadapkan lagi dengan isu -isu korupsi dan adanya kesadaran bagi mereka para pelaku termasuk pejabat negara lainnya akan tindakan korupsi ini.” Tuturnya. (9/12/2019)
Lajut Rily. Tentunya harus ada peradaban baru, pada setiap masyarakat, penguasa ataupun pengambil kebijakan agar adanya kesadaran tinggi terhdap penggunaan anggaran. Korupsi tidak hanya menghadirkan KPK untuk mengantisipasi atau pemberantasan, melainkan benar – benar memiliki misi terhadap masyarakat sadar akan penggunaan anggaran tanpa korupsi.
” hal ini harus menjadi tradisi dan peradaban baru, ketika hal ini menjadi budaya dan pemangku kebijakan bisa komitmen terhadap pencegahan korupsi serta karakter untuk pencegshan ini, tentu tidak perlu lagi ada KPK.”Tegasnya
Lanjut Mantan Aktivis itu, dengan adanya peradaban dan tradisi baru dikalangan masyarakat termasuk para pemangku kebijakan, pada akhirnya lahirlah generasi yang istikomah dan menganggap korupsi adalah sesuatu yang najis, memalukan, tidak menarik dan menganggap korupsi ialah aib yang terpatri dalam generasi saat itu, sehingganya terwujudlah peradaban.
Misi anti Korupsi, harus jelas, apakah hanya sebagai instrumen melegitimasi KPK sebagai lembaga yang dibutuhkan, atau hanya sebagai konsep saja. Seharusnya setiap tahunnya diperingati hari anti korupsi, maka di tahun ini seharusnya kita sudah bebas dengan adanya korupsi.
“Korupsi ini tidak jauh beda dengan tindakan pencurian, terlalu kren sebenarnya kalimat korupsi ini, sehingganya di setiap daerah mengatakan korupsi itu dengan pendekatan kearifan lokal, hal ini tentu dibutuhkan secara fundamental, masuk dalam psikologis orang perorang, karena menyadarkan setiap orang ialah hak masing – masing.” Ukasnya.
Diakhir kata, Rily Gobel mengatakan, Memungkinkan tidak ada lagi tindakan korupsi jika ada generasi yang terbangun kuat lewat pendidikan psikologis, yang fundamental dan komitmen. Sehingga pergantian generasi bisa menghadirkan generasi yang sadar. Redaksi bahasa terkait Korupsi ini harus diganti dengan sebuah aib dan sesuatu yang lebih haram, segingga mendengar bahasa ini maka orang tidak lagi melakukan tindakan Korupsi.