Oleh:
Dahlan Pido, SH., MH. (Praktisi Hukum)

Keselamatan dan kemakmuran rakyat merupakan tujuan utama bernegara, seperti yang tertulis dalam Alinea ke-4 pembukaan UUD 1945, yang intinya Negara harus menjamin melindungi segenap bangsa Indonesia. Kaitan dengan itu untuk mencegah resahnya masyarakat akibat wabah penyebaran Virus Corona, Negara melalui Pemerintah dalam hal ini seorang Menteri dapat menentukan daerah wabah penyebaran virus Corona, seperti ditentukan oleh Pasal 4 ayat 1 UU No. 4 tahun 1984, yakni Menteri dapat menetapkan daerah terjangkitnya wabah penyakit dalam suatu wilayah Indonesia.

Pro Kontra Negara meniadakan kegiatan apapun, sepeti pembatasan keluar rumah, kerja dari rumah, Ibadah dianjurkan di rumah, dan kegiatan yang melibatkan publik secara besar-besaran adalah salah satu cara efektif mencegah dan memutus mata rantai wabah penyebaran virus Corona. Sebagai bagaian dari masyarakat dunia, Indonesia berkewajiban untuk melakukan cegah tangkal terhadap terjadinya wabah penyebaran virus Corona yang meresahkan masyarakat dunia tersebut.

Sejak virus Corona merebak di Wuhan (Cina), Pemerintah terkesan biasa-biasa saja, sehingga cegah tangkalnya penularan virus dari orang-orang yang melalui pintu masuk Pelabuhan Laut, Bandar Udara, maupun Pos Lintas Darat terlihat longgar. Tindakan itu yang sangat disayangkan, karena penularan wabah itu saat ini sudah meluas di wilayah Indonesia.

Oleh karena itu, Pemerintah sudah harus melakukan pendekatan hukum kepada masyarakat yang masih suka keluar dan berkerumun, kecuali yang punya kepentingan yang sangat mendesak, yang tidak dapat ditunda lagi. Untuk mendukung itu diperlukan perangkat Peraturan Perundang-undangan yang terkait dengan mewabahnya virus Corona, sehingga dibutuhkan cara Karantina Kesehatan selain Lockdown.

KETENTUAN KEKARANTINAAN
Hal ini dapat kita lihat seperti dalam Pasal 1 ayat (1 dan 2) UU No. 6 Tahun 2018, yang menyebutkan dalam ayat 1-nya, Kekarantinaan Kesehatan adalah Kekarantinaan Kesehatan adalah upaya mencegah dan menangkal keluar atau masuknya penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat, sedangkan dalam ayat 2-nya, mengatakan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat adalah kejadian kesehatan masyarakat yang bersifat luar biasa dengan ditandai penyebaran penyakit menular dan/atau kejadian yang disebabkan oleh radiasi nuklir, pencemaran biologi, kontaminasi kimia, bioterorisme, dan pangan yang menimbulkan bahaya kesehatan dan berpotensi menyebar lintas wilayah atau lintas negara.

Untuk melaksanakan Karantina tersebut, Pemerintah wajib memenuhi kebutuhan masyarakat yang terkena dampak, seperti yang diatur dalam Pasal 8 UU No. 6 Tahun 2018, yakni setiap Orang mempunyai hak mendapatkan pelayanan kesehatan dasar sesuai kebutuhan medis, kebutuhan pangan, dan kebutuhan kehidupan sehari-hari lainnya selama Karantina.

Selain UU Karantina Kesehatan tersebut, terdapat juga ketentuan lain, yakni Undang-undang No. 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakitnya, yang dalam Pasal 1 huruf a, menyebutkan Wabah penyakit menular adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu, serta dapat menimbulkan malapetaka. Pada furuf b-nya mengatakan, sumber penyakit adalah manusia, hewan, tumbuhan, dan benda-benda yang mengandung dan/atau tercemar bibit penyakit, serta yang dapat menimbulkan wabah.

Apabila kondisi penularannya meningkat secara nyata, maka Pasal 4 ayat (1) menyebutkan, Menteri menetapkan daerah tertentu dalam wilayah Indonesia yang terjangkit wabah sebagai daerah wabah, selanjutnya dalam ayat 2, bahwa Menteri mencabut penetapan daerah wabah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), sedangkan dalam ayat 3-nya, mengatakan Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

KETENTUAN PIDANA
Bahwa setiap Orang wajib mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan (dalam Pasal 9 UU No. 6 Tahun 2018). Jika Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan, sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.100.000.000 (seratus juta rupiah), hal ini diatur oleh Pasal 93 UU ini.

Sedangkan pada Pasal 14 ayat (1) UU No. 4 Tahun 1984 mengatur, barang siapa dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 1 (satu) tahun, dan pada ayat (2)-nya menyebutkan, barang siapa karena kealpaannya mengakibatkan terhalangnya pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan.

Selanjutnya dalam Pasal 212 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHPidana) menentukan, Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan melawan seorang pejabat yang sedang menjalankan tugas yang sah, atau orang yang menurut kewajiban UU atau atas permintaan pejabat memberi pertolongan kepadanya, diancam karena melawan pejabat, dengan pidana penjara paling lama 1.4 (satu tahun empat bulan).

Oleh karena itu, dalam rangka pelindungan kesehatan bagi seluruh masyarakat Indonesia, yang tersebar di berbagai pulau besar maupun kecil sangat mendesak dan dibutuhkan. Pemerintah harus serius punya komitmen melakukan upaya untuk mencegah terjadinya kedaruratan meluasnya penyebaran virus Corona ini dalam masyarakat. Sekian, hormat penulis.

%d blogger menyukai ini: