Pranala.co.id-Prof. Fory Armin Naway, Calon Anggota DPR-RI Nomor urut 1, Daerah Pemilihan (Dapil) Provinsi Gorontalo dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP), boleh disebut, merupakan satu-satunya calon anggota DPR-RI perempuan saat ini, yang menjadi “saksi hidup terdekat”, yang mengetahui dan meresapi seluk-beluk serta pergulatan Nelson Pomalingo, dibalik Deklarasi Provinsi Gorontalo pada 23 Januari tahun 2000 di gelora 23 Januari Telaga Kab. Gorontalo.
Peristiwa penting 24 tahun lalu itu, bagi Ketua ICMI Kab. Gorontalo ini, sudah pasti memiliki kenangan khusus yang secara reflektif akan kembali hadir ke dalam memori dan kalbunya, seraya menerawang kembali detik-detik Deklarasi Provinsi Gorontalo yang dihadiri oleh ribuan rakyat Gorontalo di Gelora 23 Januari Telaga 24 tahun lalu.
Maklum saja, sang suami tercinta Nelson Pomalingo kala itu, tidak hanya menjabat Ketua Presidium Nasional (Presnas) Pembentukan Provinsi Gorontalo,tapi juga dipercaya tampil di atas podium membacakan Deklarasi Provinsi Gorontalo sebagai tonggak penting dan bersejarah lahirnya Provinsi Gorontalo.
Menurut catatan Hardi Nurdin dalam buku bertajuk “Sang Deklarator” (2003), 23 Januari tahun 2000 ketika itu, merupakan momentum “Rapat Akbar” rakyat Gorontalo, dengan 2 agenda penting, yakni upacara peringatan Hari Patriotik 23 Januari ke 58 dan agenda Deklarasi Provinsi Gorontalo.
Pada awalnya, agenda Deklarasi Provinsi Gorontalo yang akan menyedot perhatian puluhan ribu orang itu, memicu kekhawatiran banyak kalangan, karena dinilai berpotensi akan berlangsung ricuh. Kekhawatiran itu cukup beralasan, mengingat situasi politik nasional kala itu yang belum sepenuhnya stabil pasca runtuhnya orde baru tahun 1998.
Namun, kekhawatiran tersebut, ditampik oleh seorang Nelson Pomalingo yang meyakini, bahwa rakyat Gorontalo tidak akan berbuat anarkis, karena agenda deklarasi Provinsi Gorontalo adalah agenda rakyat yang menghendaki terbentuknya Provinsi Gorontalo.
Kala itu ia menjamin dan meyakinkan semua pihak, bahwa Deklarasi Provinsi Gorontalo akan berlangsung aman dan tertib.

Foto istimewah
Hal itu ternyata menjadi kenyataan. Bahkan lebih dari itu, Deklarasi Provinsi Gorontalo menjadi momentum penting, sebagai tonggak baru bangkitnya kesadaran kolektif seluruh tokoh masyarakat, tokoh agama dan seluruh elemen masyarakat lainnya untuk bersatu bahu-membahu dalam proses perjuangan mewujudkan Provinsi Gorontalo.
Atas suksesnya deklarasi Provinsi Gorontalo yang berlangsung aman dan tertib itu, Nelson Pomalingo tidak hanya menuai pujian dan apresiasi, tapi juga menjadi “starting point” melejitnya citra dan eksistensi mantan Ketua PGRI Provinsi Gorontalo ini, sebagai seorang akademisi dan aktivis yang sungguh sangat bisa diandalkan.
Namun dibalik apresiasi dan pujian bagi sang Deklarator Nelson Pomalingo kala itu, tidak dapat dipisahkan dari peran dan kiprah sang istri tercinta, Prof. Fory Armin Naway yang senantiasa ikhlas dalam bekerja, mendukung dan mensuport sang suami, menunaikan tugas mulia dalam perjuangan mewujudkan terbentuknya Provinsi Gorontalo.
Sebagai orang yang setia mendampingi sang suami, Prof. Fory Armin Naway merupakan orang pertama yang secara emosional merasakan, bagaimana suka-duka seorang Nelson yang harus pulang larut malam, jam tidur yang tidak cukup, jadwal makan yang tidak lagi teratur.
Prof. Fory Armin Naway, juga menjadi orang pertama yang dituntut harus sigap, telaten dan sabar, melakoni rutinitas ibu rumah tangga yang juga harus menjamu para aktivis pembentukan Provinsi yang datang silih berganti untuk sekadar konsultasi dan berdiskusi dari pagi hingga larut malam sekalipun.
Dibalik itu, meski kala itu, Nelson Pomalingo sudah menyandang gelar Doktor dan sudah menjadi pejabat sebagai PK IV STKIP Gorontalo, namun kondisi kediaman Nelson Pomalingo ketika itu yang sungguh masih jauh dari kata mewah.
Maklum saja, ia dan sang istri beserta 2 buah hati mereka masih menempati “bele tehilo” atau “rumah pitate” di Desa Tuladenggi Kec. Telaga Biru sekarang.
Rumah mungil nan sederhana itu seakan menjadi “saksi bisu” pergulatan Nelson dalam memimpin gerakan pembentukan Provinsi Gorontalo sekaligus menjadi saksi bagaimana kerja keras, kesabaran, keikhlasan dan kesetiaan seorang seorang istri menghadapi keteguhan idealisme seorang suami yang sejatinya harus “berjuang” memikirkan dan mengutamakan kehidupan rumah tangga yang masih “terseok-seok”, tapi justru energi dan pikirannya tercurah untuk kepentingan orang banyak dan untuk kepentingan masa depan Gorontalo.
Sebagai seorang istri yang masih tinggal di rumah pitate kala itu, Prof. Fory Armin Naway, bisa saja mengeluh dan menggerutu seperti umumnya yang menggejala di kalangan rumah tangga lainnya yang masih dalam status sangat sederhana.
Namun tidak demikian dengan sorang Prof. Fory Armin Naway. Ia dapat disebut sebagai seorang istri yang tampil berpikir matang, dewasa, kuat dan tangguh. Ia tidak berpikir untuk dirinya sendiri, tapi sudah memiliki visi yang jauh ke depan tentang masa depan Gorontalo, berpikir untuk orang banyak dan untuk daerah ini.
Mengenang masa-masa saat perjuangan Provinsi Gorontalo kala awal tahun 2000, Prof. Fory Armin Naway dalam sebuah wawancara pernah menuturkan, merupakan hal yang biasa bagi seorang istri, apalagi anak-anak masih kecil dan tanpa asisten rumah tangga, sudah pasti membutuhkan kehadiran suami untuk membantu kerja-kerja di rumah.
Namun,harapan tersebut ia pendam, karena saat itu ia mengerti dan memahami “jalan pikiran” sang suami yang memiliki tekad dan idealisme untuk berbuat yang lebih baik bagi orang banyak dan untuk masa depan Gorontalo yang lebih baik.
“Kunci sukses sebuah rumah tangga itu kan, saling pengertian,saling memahami, apalagi seorang istri harus mengerti karakter dan jalan berpikir suami. Itulah kesetiaan hakiki seorang istri. “Justru pada situasi sulit Itulah kekuatan cinta suami istri itu diuji ” ujar Prof. Fory Armin Naway sembari tersenyum.
Lebih lanjut Prof. Fory Naway menuturkan keyakinannya, bahwa segala bentuk kesabaran, keikhlasan, kerja keras dan pengorbanan seorang istri itu, suatu ketika akan berbuah manis. Itu sudah menjadi Sunatullah yang ada dalam ajaran agama.
Dalam perkembangannya, ungkapan bijak Prof. Fory Armin Naway ini, ternyata bukan sekadar teori, tapi seiring perjalanan waktu menjadi sebuah kenyataan.
Buktinya, karir sang suami Nelson Pomalingo sebagai seorang akademisi terus menanjak naik hingga menjadi birokrat dan menjadi pemimpin daerah hingga hari ini. Demikian juga dengan karirnya sebagai Dosen hingga mampu mencapai predikat sebagai guru besar.(AM)