Pranala.co.id (Limboto) – Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Kabupaten Gorontalo Dr. Fory Naway, M.Pd, hadir pada kegiatan Rapimnas PGRI, Selasa (30/06/2020). Kegiatan itu dilaksanakan secara online pada aplikasi Zoom dan di Pimpin langsung oleh Ketua umum PGRI Pusat Unifah Rosyidi dan diikuti Ketua, Sekretaris Umum, Bendahara PGRI Provinsi serta Ketua, Sekretaris, dan Bendahara PGRI Kab/Kota se Indonesia.

Ketua PGRI Kabupaten Gorontalo Fory Naway mengatakan, Rapimnas itu, fokus salah satunya adalah ketua umum PGRI pusat lebih menekankan pada metode pembelajaran daring berbasis stay at home. “Jadi pembelajaran stay at home anak-anak diharapkan lebih pro aktif dan orang tua pun demikian,” Kata Fory Naway disambangi usai kegiatan itu.

Yang dihadapi saat ini, pertama, kenapa tidak efektif karena memang ketidakmampuan orang tua menguasai teknologi informasi. Kemudian, kedua, ada pula anak-anak tidak memiliki smartphone. Ketiga, memiliki smartphone tapi terkendala lagi dengan koneksi internet, entah tidak memiliki pulsa data atau wifi. “ Ini juga menjadi masalah dari metode pembelajaran stay at home tersebut,” Terang Fory Naway.

Karena itu, dengan berbagai kendala itu, Fory Naway berkeinginan besar untuk kerjasama dengan dinas pendidikan dan kebudayaan untuk menggali kembali bagaimana caranya membiasakan orang tua untuk beradapatasi dengan kondisi zaman teknologi. Kemudian menyiapkan fasilitas bagi anak-anak.

“Orang tua suka atau tidak, ini sudah era teknologi. Mereka sudah harus mampu memegang smartphone. Perlu ada pemberlakuan adil oleh guru dan juga kebijakan yang spesifik bagaimana memperhatikan edukasi sistem online ini kepada masyarakat khususnya orang tua,” Ungkap Fory Naway.

Dalam rapimnas kali ini, Ketua Umum PGRI pusat menyentil harapan kepada pemerintah agar merubah sistem kurikulum saat menghadapi pandemi covid-19. Menyikapi hal itu, Fory Naway menyampaikan, biasanya dulu ada kurikulum yang disebut dengan berbasis kompetensi, ada kurikulum 2008, ada KTSP dan lalu terkahir kurikulum 2013. “ Sebenarnya kurikulum semua itu bagus, Cuma ada pembaharuan dalam hal metode pembelajaran dari yang kurikulum kompetensi berbasis kompotensi berbasis hasil belajar anak. Tapi ini penekanannya guru harus mampu, siswa juga harus lebih mampu. Jadi, guru harus pro aktif, reaktif dari metode ini,” Jelas Fory Naway.

Ia pun mencontohkan dari kurikulum 2013 itu, guru harus paham betul lima mata pelajaran sekalipun bisa ada integrasi. “Jadi kurikulum 2013 itu kurikulum terpadu,jadi dia lebih bersinergi dari mata pelajaran agama, pendidikan berkarakter, disitu ada metematika, bahasa inggris dan PPKN, IPA. Jadi, Sains ini bisa dibalut dikompilasi dengan mata pelajaran lain,” Tutur Fory Naway.

Wanita yang juga berprofesi dosen itu menambahkan, kemampuan itu kemarin dari UNG ada pelatihan desaian kurikulum 2013. “saya sendiri termasuk didalamnya dan setelah itu di evaluasi. Memang tidak efektif tapi ketidakmampuan guru dalam hal mengintegrasikan/ memadukan lima mata pelajaran sekaligus dan itu butuh skill mengait-ngaitkan. Persolannya mengaitkan satu mata pelajaran berbeda menyampaikan dan ini daya serap anak sangat variatif. Berbeda dengan anak yang intelektualnya rata-rata bagus, ada IQ sedang, ada IQ rendah, bahkan ada yang sama sekali benar-benar sangat minim pemahaman. Nah, ini mungkin butuh kolaborasi metode antara yang dibangun oleh guru menyesuaikan dengan metode yang dicetuskan oleh pemerintah,” Imbuhnya.

Setiap kali berganti pemerintah, siapapun duduk dalam menteri kemendikbud pasti berganti. Ini masalahnya, silakan saja. Tapi, persoalannya guru yang bagaimana harus bisa menyesuaikan dengan harapan kemendikbud dengan posisi daerah terpencil berbeda dengan yang ada di kota.

“Mislanya, guru yang ada di Jakarta dan Surabaya mungkin berbeda dengan daerah terpencil dan tentu mereka yang duluan paham dan lebih tau dan otomatis kualitas anak lebih unggul. Ketika dia masuk perguruan tinggi yang lebih terjaring orang-orang sana,” Tegasnya.

Karena itu, PGRI Kabupaten Gorontalo, ada bidang profesi,bidang pengembangan karir kerjasama dengan dikbud untuk memikirkan guru harus diberi Pelatihan Penelitian Tindakan Kelas (PPTK) untuk pengembangan karir. “ Termasuk pelatihan pembuatan jurnal sebagai pembelajaran guru sehingga dia pro aktif menulis-menulis dan PGRI mendorong itu sehingga guru lebih pro aktif termasuk dengan orang tua,” Tutup Fory Naway.

%d blogger menyukai ini: