Laporan :
Ali Mobiliu
Pemred Tabloid Gema PGRI 2004-2014
Pranala.co.id-Cikal bakal organisasi PGRI diawali dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) tahun 1912. Pada tahun 1932, PGHB berubah nama menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI).Terbentuknya PGI kala itu sangat ditentang oleh Belanda karena menghilangkan kata Hindia Belanda dan menggantikannya dengan kata “Indonesia” di dalamnya. Tidak heran, jika organisasi ini ditentang oleh Belanda, termasuk pergerakan guru yang selalu diawasi dan dimata-matai oleh Belanda.
Setelah kedatangan penjajah Jepang ke Indonesia, organisasi PGI dibekukan dan dilarang beraktivitas, termasuk guru Indonesia dilarang melakukan kegiatan belajar-mengajar di sekolah-sekolah. Namun 100 hari setelah Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945, Guru Indonesia yang tergabung dalam PGI bangkit dan untuk pertama kalinya berkumpul dalam sebuah kongres Guru Indonesia pada 23-25 November di Surakarta
Pada kongres pertama inilah, tercetus organisasi Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang diharapkan menjadi wadah pemersatu segenap elemen Guru di Indonesia. Berkat perjuangan,peran dan andil organisasi PGRI yang demikian besar bagi bangsa Indonesia, maka pada HUT PGRI ke-49 tahun 1994, Presiden Soeharto menetapkan tanggal 25 November sebagai Hari Guru Nasional (HGN).
Bagaimana dengan PGRI Gorontalo?. Menurut tokoh Guru Gorontalo, Dra. Hj. Z. Mentemas Jusuf (2012) untuk pertama kalinya, Guru Gorontalo ikut dalam Kongres PGRI di Solo Jawa Tengah pada tahun 1950. Kala itu, Guru Gorontalo mengutus 2 orang wakilnya. Menurut informasi 2 orang Guru itu adalah ayah kandung dari mantan Sekda Provinsi Gorontalo Drs. H. Mansur Detuage dan ibu kandung dari mantan Bupati Boalemo Ir. H. Iwan Bokings, MM. Sepulangnya dari Solo kedua tokoh Guru ini mulai merintis berdirinya PGRI di Gorontalo. Namun, sayangnya tidak ada catatan yang bisa dijadikan referensi tentang kepengurusan PGRI di era Orde Lama.
Pada masa era Orde Baru, PGRI Gorontalo terus berkiprah dan beberapa nama tokoh Guru dan PGRI Gorontalo kala itu, memiliki peran yang cukup penting dan strategis di Gorontalo, diantaranya H. Jusuf Halalutu yang pernah menjadi Ketua DPRD-GR Kota Gorontalo tahun 1961-1971 dan termasuk salah seorang tokoh pendiri Junior College yang menjadi cikal bakal Universitas Negeri Gorontalo (UNG) sekarang. Kemudian H. Natsir A. Mooduto yang pernah menjadi Sekda Kab. Gorontalo, pernah menjabat Ketua DPRD Kab. Gorontalo dan termasuk salah seorang tokoh pembentukan Provinsi Gorontalo.
Nama lainnya, seperti H.Dj. Rahman, Pieter Dj. Rahman yang pernah menjadi Kepala Dinas P dan K Kab. Gorontalo, mantan Walikota Gorontalo Achmad Nadjamudin, Edi Bakari yang juga pernah menjadi Kepala Dinas P dan K Kab. Gorontalo.
Setelah terbentuknya Provinsi Gorontalo pada Desember 2000, Pengurus PGRI Kab. Gorontalo diantaranya Drs. Weni Liputo,MM, Pengurus PGRI Kota Gorontalo diantaranya Arifin Wungguli yang juga mantan Kakanwil P dan K Provinsi Sulut, kemudian Dra. Z. Mentemas Jusuf, Pengurus PGRI Boalemo, diantaranya Yunus K Alam (almarhum) dan tokoh guru lainnya mendiang Yusuf Halalutu, semenjak tahun 2001 sudah mulai menggalang semangat untuk membentuk berdirinya organisasi PGRI Provinsi Gorontalo.
Kepengurusan PGRI dari 3 Kabupaten dan Kota se Provinsi Gorontalo kala itu, mulai melakukan rapat-rapat kecil di kediaman Ibu Z. Mentemas di jalan Sudirman lorong Mutiara Kel. Limba B Kota Selatan.
Hanya saja, dalam setiap rapat selalu mentok pada pertanyaan siapa yang layak menjadi Ketua PGRI Provinsi. Keseluruhan peserta rapat yang umumnya guru-guru senior tersebut nampaknya merasa “tidak berani dan seakan tidak percaya diri” ketika diwacanakan menjadi Ketua. Akibatnya, dalam beberapa saat lamanya wacana pembentukan PGRI Provinsi Gorontalo kembali vakum.
Akhirnya pada pada awal tahun 2002 saat rapat kembali diadakan dan ditengah alotnya rapat yang berlangsung, tiba-tiba sang empunya rumah, Ibu Z. Mentemas Jusuf yang dijuluki Guru 3 zaman itu, mengusulkan nama Nelson Pomalingo sebagai Ketua PGRI Provinsi Gorontalo yang kebetulan saat itu belum lama dilantik sebagai Rektor IKIP Negeri Gorontalo.
Mendengar usulan mantan Guru SPG Negeri 1 Gorontalo dan mantan Kepala SMA Prasetya Gorontalo itu, suasana rapat sempat hening. Yang menjadi pertanyaan peserta rapat, adalah apakah Nelson Pomalingo bersedia dan memenuhi syarat menjadi Ketua PGRI Provinsi yang selama ini belum pernah menjadi Pengurus PGRI di tingkat cabang sekalipun. Terkait hal itu, beberapa peserta rapat merasa pesimis.
Namun dibalik pesimisme itu, Ibu Mentemas Jusuf justru optimis, bahwa Nelson bersedia menjadi Ketua PGRI Provinsi. Paling tidak terdapat 3 faktor yang menjadi sumber optimismenya. Pertama, Nelson adalah Rektor IKIP Negeri Gorontalo yang melahirkan insan-insan Guru. Kedua, sebelum terangkat menjadi Dosen STKIP tahun 1987, Nelson pernah mengabdi sebagai Guru di SPMA Limboto dan pernah merintis berdirinya SMTPPP Telaga (SMK Gotong Royong sekarang) sekaligus menjadi Kepala Sekolahnya. Ketiga, dalam diri Nelson mengalir darah Guru, sang ibunda Hj. Nelly Tulie adalah seorang Guru dan sang ayah Soekarno Pomalingo juga seorang Guru dan pernah menjabat sebagai Kepala Sekolah puluhan tahun lamanya.
Mengenai Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) organisasi PGRI, Ibu Mentemas Jusuf kala itu, mengutarakan solusinya untuk membentuk terlebih dahulu kepengurusan PGRI Cabang Khusus IKIP Negeri Gorontalo. Ibu Mentemas menjamin akan melakukan koordinasi dengan Ketua PGRI Kota Gorontalo yang dijabat Drs. Darwis Salim, M.Sc yang juga Kepala Dinas Pendidikan Kota Gorontalo kala itu.
Tidak ingin berlama-lama, pada keesokan harinya, Z. Mentemas Jusuf dan pengurus PGRI lainnya menemui Nelson Pomalingo di Rektorat IKIP Negeri Gorontalo dan menyampaikan amanat dari Pengurus PGRI di Kabupaten dan Kota, agar kiranya Nelson berkenan menjadi Ketua PGRI Provinsi Gorontalo. Namun sebelum itu, Pengurus PGRI Kota Gorontalo akan membentuk terlebih dahulu kepengurusan PGRI Cabang Khusus IKIP Negeri Gorontalo, di mana Nelson akan didaulat sebagai Ketua.
Pembentukan pengurus PGRI Cabang Khusus UNG ini merupakan ikhtiar Ibu Mentemas Jusuf untuk memuluskan jalan Nelson menuju Ketua PGRI Provinsi Gorontalo. Dalam keyakinan Ibu Mentemas, Nelson memiliki potensi dan bisa diandalkan untuk membangkitkan atau membangunkan organisasi PGRI Gorontalo yang sudah lama “terlelap dalam tidur panjangnya”.
Hanya berselang 3 bulan kepengurusan Cabang Khusus IKIP Negeri Gorontalo terbentuk, Pengurus PGRI dari Kabupaten/Kota mulai mempersiapkan pelaksanaan Konferensi dengan agenda pembentukan PGRI Provinsi Gorontalo sekaligus agenda pemilihan Pengurus PGRI Provinsi Gorontalo untuk masa bakti 2002-2007.
Akhirnya pada kegiatan Konferensi PGRI Provinsi I yang dipusatkan di Aula SMK Negeri 2 Kota Gorontalo itu, peserta Konferensi secara aklamasi mengusulkan 2 nama sebagai kandidat Ketua PGRI Provinsi, yakni Nelson Pomalingo dan Weni Liputo yang saat itu menjabat Kepala Dinas Pendidikan Kab. Gorontalo. Dari hasil pemungutan suara, akhirnya Nelson meraih suara terbanyak.
Dalam perkembangannya, amanah dan kepercayaan yang dibebankan guru kepadanya, benar-benar ditunaikan seorang Nelson Pomalingo dengan ikhlas dan penuh dedikasi. Sebagai pemimpin dari organisasi yang baru terbentuk, dengan iuran PGRi yang tidak seberapa, beserta kondisi organisasi PGRI yang vakum sejak lama dan tidak solid hingga ke tingkat cabang, menjadikan Nelson harus ekstra kerja keras.
Sembari membangun konsolidasi organisasi guna menggalang solidaritas dan soliditas guru, Nelson berupaya semaksimal mungkin menunjukkan eksistensi organisasi PGRI ke kalangan anggota, kalangan masyarakat dan ke Pengurus Besar.
Untuk sekretariat PGRI beserta pengadaan fasilitas administrasi kesekretariatan, Nelson Ikhlas merogoh kantong pribadinya demi eksistensi organisasi ini. untuk pertama kalinya, Nelson meminjamkan Gedung Budaya IKIP Negeri Gorontalo sebagai Sekretariat. Tidak berapa lama kemudian pindah ke Toko Buku yang dikontrak dengan dana pribadinya di jalan Panjaitan Kota Gorontalo. Setelah itu pindah ke rumah pribadinya yang menjadi Gedung Primagama di Jalan Panjaitan Kota Gorontalo.
Tidak berhenti sampai di situ, tahun 2008 pindah lagi ke jalan Sultan Botutihe di Kelurahan Padebuolo Kota Gorontalo. Selanjutnya pada tahun 2011 saat Gorontalo dipercaya menjadi tuan rumah Konferensi Kerja Nasional III PGRI, Sekretariat pindah lagi ke gedung Primagama Kota Gorontalo.
Namun dibalik Sekretariat yang berpindah-pindah itu, Nelson tidak berdiam diri. Ia terus berupaya dan mencari akal bagaimana menggalang kekuatan untuk membangun sekretariat yang representatif dan menjadi milik organisasi PGRI tanpa membebani guru melainkan melakukan terobosan yang terbilang cukup cerdas.
Upaya Nelson untuk mewujudkan Sekretariat PGRI yang representatif mulai menemui titik terang tahun 2006. Saat itu, Nelson memboyong pengurus PGRI lainnya, seperti Arifin Wungguli, Z. Mentmas Jusuf, Ishak Tolinggilo, Yolanda Pateda dan pengurus lainnya melakukan silaturahmi dengan tokoh Guru Gorontalo yang mendapat julukan sebagai “Panglima Politik” Gorontalo Ahmad Hoesa Pakaya yang juga Bupati Gorontalo 2000-2005.
Mendapat kunjungan dari jajaran Pengurus PGRI Gorontalo, Ahmad Hoesa Pakaya kala itu mengaku sangat terharu. Meski sudah lama meninggalkan profesi guru dan memilih menjadi pengusaha dan politisi, namun Ahmad Hoesa Pakaya selama hidupnya mengaku tetap merasa sebagai Guru. Apalagi masyarakat Gorontalo sudah terlanjur menyapanya sebagai “Guru Ama”.
Di tengah perbincangan serius yang berlangsung di kediamannnya di Jalan MH Thamrin Kota Gorontalo itu, Guru Ama dengan Bahasa Gorontalo menanyakan “To’u tonu buti Sekretariat PGRI Provinsi” (dimana Sekretariat PGRI Provinsi).
Mendengar hal itu, Nelson secara spontan menjawab bahwa Sekretariat PGRI saat ini masih berpindah-pindah dan PGRI tengah berupaya menggalang dana untuk membeli tanah sebagai aset PGRI.
Mendapat jawaban itu, Guru Ama dengan spontan mengatakan siap menghibahkan tanah 1000 meter persegi untuk PGRI yang berlokasi di jalan Jeruk Kel. Buladu Kec. Dungingi Kota Gorontalo.
Seketika itu juga, Nelson dan pengurus PGRI yang hadir dalam pertemuan itu berucap syukur seraya menyampaikan terima kasih pada Guru Ama.
Memasuki tahun 2006 bertepatan dengan momentum Pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, PGRI menggelar Debat terbuka calon Gubernur di Gedung Serbaguna UNG. Pada kegiatan itu, Z. Mentemas Jusuf menjadi salah seorang panelis yang mengajukan pertanyaan. Pada momentum itu, Fadel Muhammad siap menghibahkan anggaran Rp. 250 juta untuk PGRI Provinsi Gorontalo.
Tidak berapa lama kemudian, setelah dana tersebut terealisasi digunakan untuk membeli sisa tanah yang berada di samping tanah yang dihibahkan sehingga total luas tanah menjadi 3050 Meter persegi. Itulah sejarah awal mula berdirinya Gedung Perjuangan Guru (GPG) yang berdiri megah 2 lantai di jalan Jeruk Kota Gorontalo sekarang.
Peletakkan batu pertama pembangunan Gedung Guru tersebut dilakukan ketua Umum PB PGRI Prof. Mohamad Surya pada tahun 2007 sesaat sebelum Konferensi Provinsi II PGRI.
Pembangunan gedung Guru ini membutuhkan waktu 5 tahun lamanya,yakni diresmikan oleh Ketua PB PGRI Dr. Sukistiyo (almarhum) pada tahun 2012.
Untuk mengenang jasa mendiang Ahmad Hoesa Pakaya, Nelson mengabadikan ” Guru Ama” sebagai nama Aula Gedung Perjuangan Guru yang memiliki kapasitas seribu orang itu.
Tidak hanya itu saja, semasa kepemimpinannya sejak tahun 2002, PGRI Provinsi Gorontalo aktif mengikuti berbagai kegiatan PB PGRI di berbagai daerah. Untuk kepentingan itu, Nelson lagi-lagi tidak ingin membebani PGRI melainkan melakukan perjalanan dengan biaya sendiri.
Apalagi sejak tahun 2003 saat PB PGRI memperjuangkan aspirasi pembentukan Undang-Undang Guru dan Dosen, PGRI Gorontalo sangat aktif memainkan peran hingga Nelson terjun langsung mengikuti aksi unjuk rasa di depan istana negara kala itu.
Walhasil pada tahun 2005, aspirasi guru itu berhasil direalisasikan oleh Pemerintahan SBY dengan disahkannya Undang- Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Di era kepemimpinan Nelson, PGRI Gorontalo juga meraih banyak prestasi dan penghargaan dari PB PGRI dan Organisasi Education International (EI) wilayah Asia-Pasifik yang berkantor pusat di Kuala Lumpur Malaysia.
Sebagai bentuk apresiasi itu, sejak tahun 2006, PGRI Gorontalo dipercaya menjadi pusat pelaksanaan kegiatan Project Konsorsium Guru yang berlangsung hingga tahun 2009 yang dilaksanakan oleh EI wilayah Asia Pasifik.
PGRI Gorontalo di era Nelson Pomalingo, selain berhasil mempersembahkan Gedung Perjuangan Guru yang kini berdiri megah, juga sempat merintis berdirinya Mesjid yang berada di samping Gedung Guru.
Nelson juga sempat merintis berdirinya SD PGRI di Desa Huyula Kec. Mootilango, yakni sebuah desa terpencil yang berada di kawasan perbatasan Kab. Gorontalo dan Kab. Gorontalo Utara.
Prestasi gemilang yang diraih PGRI di era kepemimpinan Nelson, yakni Gorontalo dipercaya menjadi tuan rumah pelaksanaan Konferensi Kerja Nasional (Konkernas) PGRI yang dilaksanakan pada akhir bulan Januari 2011 yang dihadiri oleh sekitar 1000 guru pengurus PGRI dari seluruh Indonesia.
Selanjutnya pada tahun 2012, Nelson menggagas terbentuknya Forum Guru Honor (FGH) Provinsi Gorontalo yang diharapkan menjadi wadah bagi guru honor dalam memperjuangkan martabat Guru honor di daerah ini.
Selama era kepemimpinan Nelson, PGRI Gorontalo senantiasa melakukan audiensi dengan Bupati/Walikota, Gubernur dan DPRD Provinsi Gorontalo untuk memperjuangkan aspirasi guru, terutama yang terkait dengan peningkatan kesejahteraan Guru Honor.
Namun di tengah kiprah dan dedikasinya untuk Guru Gorontalo, Nelson sempat tersandung oleh “Surat kaleng” yang menuding Nelson terlibat dalam kasus PLPG tahun 2009, dimana Nelson kala itu sebagai Ketua panitia sertifikasi Guru Rayon IX Gorontalo yang dilaksanakan di kampus UNG.
Akibat tuduhan itu, Nelson sempat ditahan di Kejaksaan Negeri Gorontalo selama 2 hari dan setelah itu menjalani sidang di Pengadilan Negeri Gorontalo
Bersyukur, Nelson kala itu akhirnya Nelson dinyatakan tidak terbukti bersalah dan divonis bebas murni oleh Pengadilan Negeri Gorontalo. Putusan bebas murni itu diperkuat dengan putusan Mahkamah Agung yang menyatakan Nelson bebas murni karena tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi dana PLPG sebagaimana dituduhkan kepadanya
Putusan bebas murni tersebut sejalan dengan suara hati nurani segenap Guru Gorontalo yang kala itu meyakini, bahwa Nelson tidak mungkin melakukan “korupsi” terhadap sertifikasi guru yang selama ini turut ia perjuangkan dengan gigih.
Bahkan saat masih dalam proses di Kejaksaan, puluhan ribu guru di Gorontalo tumpah ruah turun ke jalan memprotes penzaliman yang dilakukan terhadap Nelson yang menurut perspektif guru kala itu, sarat dengan nuansa politik.
Tidak heran, jika putusan bebas murni terhadap Nelson kala itu disambut gembira oleh elemen guru Gorontalo yang memang sejak awal meyakini bahwa Nelson tidak bersalah.
Dari sekilas jejak kiprah perjuangan Nelson untuk guru melalui wadah PGRI tersebut di atas, maka dapat disebut, bahwa keberpihakan dan kecintaan Nelson terhadap guru dan organisasinya sudah tidak diragukan lagi.
Bukti terhadap hal itu, tidak hanya dapat dilihat dari dedikasi dan kiprahnya untuk guru dan PGRI selama ini, tapi juga saat dipercaya menjadi Bupati Gorontalo tahun 2016, foto Nelson dengan ukuran jumbo memakai baju kebesaran PGRI terpampang dengan sangat menonjol sebagai foto utama di ruang tamu rumah dinas jabatan Bupati Gorontalo.
Hal itu menjadi indikator yang kuat, bahwa Nelson bangga menjadi bagian dari keluarga besar PGRI. Hal itu juga menjadi sebuah sejarah baru di Kab. Gorontalo bahwa nanti di era Nelson, Bupati dengan seragam PGRI terpampang di rumah dinas jabatan Bupati.
Dedikasi Nelson untuk PGRI tidak hanya tersiar di kalangan guru Gorontalo,tapi juga sudah tersebar luas di kalangan guru di daerah lain di Indonesia.
Buktinya, pada konferensi PGRI tahun 2013, elemen guru dari daerah lain di Indonesia sempat mengaspirasikan dan menghendaki Nelson untuk menjadi Sekjen PB PGRI pada konferensi PGRI kala itu. Namun karena pertimbangan tugas-tugasnya yang demikian padat, Nelson menampik permintaan itu.
Meski demikian, semenjak tahun 2013 hingga 2018, Nelson tetap dipercaya menjadi salah satu Ketua di jajaran kepengurusan PB PGRI di Jakarta.
Dirgahayu PGRI, Dirgahayu Guru Nasional (***)